Kamu tetap sama manisnya. Entah aku yang buta —atau ringkasnya terlanjur tergila-gila; demi Tuhan yang lima kali sehari kudatangi rumah-Nya, kamu kelewat sempurna.
Lewat dua titik yang kemudian kububuhi kecup di kiri kanannya; satu, dua — lalu makin merona di kecupan ketiga, matamu nyalang terbuka.
Di kecup kelima, siapa sangka jika akhirnya kutemukan rasi tercantik yang bahkan alam semesta sendiri tak mungkin mampu mengonstelasikannya?
Dari panca hingga dasawarna refleksi netramu yang dengan angkuhnya coba runtuhan pendirianku, coba, beri aku satu kerjap mata, maka demi semesta dan bumi yang bakal senantiasa menjunjung tinggi langitnya, kakiku bakal spontan luruh resistensinya.
Kata orang, begini rasanya jatuh cinta.
Demi Tuhan, Sayang, dapat kupastikan cuma kamu yang bisa buatku total mati nelangsa saking cintanya.